1.
Saat Teduh Bersama
2.
Nyanyian: NKB
154:1-3
SETIALAH, SETIALAH
Setialah, setialah selama hidupmu.
Ikuti jalan Tuhanmu dengan tetap teguh.
Meski penuh derita di dalam dunia,
tetapi jangan ‘kau gentar, tetap
setialah.
Setialah, setialah mengikut Tuhanmu.
Bersaksilah di dunia tentang Penebusmu,
yang mati disalibkan di bukit Golgota,
tetapi Dia bangkitlah, besar kuasa-Nya.
Setialah, setialah menjadi hamba-Nya.
Meski besar rintanganmu, tetap
percayalah.
Selalu ‘kau dibimbing ke air yang
tentang,
kelak mahkota milikmu, di sorga yang
terang.
3.
Pembacaan Mazmur
(Mazmur 37:1-6)
4.
Nyanyian: KJ 446:1-2
Setialah
Setialah
kepada Tuhanmu, hai kawan yang penat.
Setialah,
sokongan-Nya tentu di jalan yang berat.
‘Kan
datang Raja yang berjaya
menolong
orang yang percaya. Setialah!
Setialah
percaya Penebus, percaya janji-Nya.
Setialah,
berjuanglah terus di fajar merekah.
Diputuskan-Nya
rantai setan:
kau
bebas dari kesempatan. Setialah!
5.
Doa
6.
Pembacaan Alkitab
(Lukas 22:39-46; Wahyu 2:10)
7.
Renungan
Siapa di antara kita yang tidak takut menderita?
Pada umumnya, orang takut menderita. Itulah sebabnya segala hal yang dianggap
berdekatan dengan penderitaan berusaha dijauhi. Misalnya, banyak orang yang
takut sakit. Karena sakit dianggap penderitaan. Itulah sebabnya begitu juga
obat-obatan dan suplemen makanan yang terkait dengan panjang umur, laris manis.
Siapa di antara kita yang tidak takut mati? Pada
umumnya, orang takut mati. Itulah sebabnya segala hal yang dianggap berdekatan
dengan kematian berusaha dijauhi. Misalnya, banyak orang yang takut menjadi
tua. Karena tua dianggap mendekati kematian. Itu sebabnya produk yang dianggap
membuat awet muda laris di pasaran.
Takut pada kematian dan penderitaan adalah hal
yang wajar, manusiawi. Banyak orang mengalaminya. Bacaan Injil kita hari ini
mencatat bagaimana Yesus takut menyongsong penderitaan dan kematian yang akan
segera terjadi dalam hidup-Nya. Penginjil Lukas mencatat: ”Ia sangat ketakutan dan makin
bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang
bertetesan ke tanah” (Luk. 22:44). Tentu kita bisa membayangkan, betapa
mengerikan penderitaan yang dialami Yesus. Secara mental, Ia sendirian. Para
murid meninggalkan-Nya sendirian. Saat Yesus bergumul dalam doa, murid-murid-Nya tertidur dengan nyenyak (ay.
45), seakan tidak peduli dengan diri-Nya. Yudas mengkhianati Yesus dengan
ciuman palsunya (ay. 47). Belum lagi bayangan penderitaan fisik yang akan
dialami-Nya. Juga kematian dalam penghinaan melalui salib akan dirasakan-Nya.
Di tengah ketakutan itu, doa menjadi kekuatan
Yesus. Doa yang menghadirkan kekuatan penyertaan Bapa melalui malaikat-Nya (ay.
43). Dengan kekuatan itu, Yesus berani menjalani penderitaan dan kematian-Nya.
Keberanian Yesus menghadapi penderitaan dan
kematian menjadi inspirasi bagi umat Tuhan yang tidak luput dengan berbagai
macam penindasan. Kitab Wahyu ditulis dalam rangka menguatkan orang percaya
dalam penderitaan mereka. Dengan tegas penulis Wahyu menyatakan: ”Hendaklah
engkau setia sampai mati.”
Ungkapan ”sampai mati” menunjuk pada ketakutan
orang pada umumnya. Orang takut menderita, takut mati. Itu berarti, kesetiaan
kita diharapkan melampaui rasa takut kita. Rasa takut membuat kesetiaan kita
lenyap. Dalam catatan sejarah gereja, ada begitu banyak orang yang berpaling
dari Yesus karena takut pada ancaman kematian.
Dan kini rasa takut tetap menghantui kita, bukan
saja karena takut mati. Hidup kita dilingkupi oleh rasa takut. Ada ketakutan
ekonomi, ketakutan masa depan anak, ketakutan pasangan selingkuh. Ketakutan itu
membuat kita tidak setia!
Setia itu berarti tetap berpegang pada Tuhan,
apapun yang terjadi. Alkitab kita tidak menyatakan penderitaan akan lenyap
dalam hidup kita. Kesusahan akan selalu ada. Sebagaimana Yesus yang mendapatkan
kekuatan karena doa, demikianlah Allah akan memberikan kekuatan di tengah
derita dan ketakutan kita.
Kesetiaan adalah panggilan kita. Banyak orang
berpikir, ia harus sukses. Alkitab mengingatkan yang diminta Tuhan adalah
kesetiaan, bukan sekadar hasil berupa kesuksesan. Suatu ketika ibu Teresa
pernah ditanya: ”Ibu telah melayani kaum miskin di Kalkuta, India. Tetapi,
tahukah Ibu, bahwa masih ada jauh lebih banyak orang miskin yang terabaikan?
Apakah Ibu tidak merasa gagal?" Ibu Teresa menjawab, "Anakku, aku
tidak dipanggil untuk berhasil, tetapi aku dipanggil untuk setia ...."
Betapa banyak orang berpikir dipanggil Tuhan untuk
sukses. Tentu saja pikiran itu salah. Hal ini bukan berarti kita tidak boleh
sukses, tetapi sukses adalah bonus, bukan tujuan. Pertanyaan buat kita adalah,
apakah kita sudah setia kita pada panggilan Tuhan dalam hidup kita? Sudahkah
kita setia sebagai pelayan, sebagai seorang suami, sebagai seorang istri,
sebagai seorang anak?
Setia tidak mudah, bahkan langka, tetapi bukan hal
yang mustahil. Karena itu belajarlah setia. Amin.
8.
Doa Syafaat
9.
Nyanyian: KJ 446:3-4
Setialah
Setialah!
Bertahanlah tetap sehingga kau menang.
Setialah!
Selamatmu genap, sesudah berperang.
Meski
bertambah marabaya,
t’lah
hampir habis susah payan. Setialah!
Setialah
kepada Yang Menang, meski maut kautempuh.
Setialah!
Sehabis berperang terima upahmu:
mahkota hidup diberiNya;
Klik disini untuk mendownload