Bahan Persekutuan Doa 3 Masa Raya Paskah 2019


kristus mempersatukan


1.        Saat Teduh Bersama

2.     Nyanyian: KJ 256:1-3

KITA SATU DI DALAM TUHAN

Kita satu di dalam Tuhan, satu G’reja yang esa.
Marilah bertolong-tolongan, kau dan aku, s’muanya.
Marilah bertolong-tolongan, kau dan aku, s’muanya.

Hujan, air, dan matahari Tuhan b’rikan s’muanya,
bulan, bintang memuji-muji memenuhi semesta.
Bulan, bintang memuji-muji memenuhi semesta.

Tuhan s’lalu memelihara s’luruh alam semesta,
kita pun disuruh-Nya juga, menyatakan kasih-Nya.
Kita pun disuruh-Nya juga, menyatakan kasih-Nya.


3.     Pembacaan Mazmur (Mazmur 133)

4.     Nyanyian: KJ 249:1-2

Serikat persaudaraan

Serikat persaudaraan, berdirilah teguh!
Sempurnakan persatuan di dalam Tuhanmu.
Bersama-sama majulah, dikuatkan iman,
berdamai, bersejahtera, dengan pengasihan.

Serikatmu tetap teguh di atas Alasan,
yaitu satu Tuhanmu, dan satulah iman,
dan satu juga baptisan dan Bapa satulah,
yang olehmu sekalian dipuji, disembah.


5.     Doa

6.     Pembacaan Alkitab (Efesus 2:11-22)

7.      Renungan

Tribunnews.com belum ini memberitakan pengalaman umat beragama yang hidup rukun di Bitung, Sulawesi Utara. Begini petikan beritanya:

Mengenakan baju koko, Usman berjabat tangan dengan Reinaldo. Usman baru pulang dari Salat Id di Masjid Al Muttaqien Girian. Reinaldo yang memakai kameja merah dan tangannya memegang Alkitab baru akan menuju Gereja Solagratia. Jabat tangan keduanya akrab dan lama. Disusul cipika - cipiki.

Usman lantas mengajak Reinaldo berkunjung ke rumah. "Sbantar ne (sebentar ya)," kata dia. Reinaldo membalas dengan mengacungkan jempol.

Toleransi antar umat beragama terlihat jelas dalam perayaan Idul Fitri di kota Bitung. Umat Muslim yang baru selesai menjalankan salat Ied berjabat tangan dengan umat Kristen yang baru akan pergi ke Gereja.

Adi salah satu personel Panji Yosua yang menjaga salat Ied mengaku baru pulang dari Gereja. Ia mengenakan kaos panji Yosua namun masih mengenakan celana kain dan sepatu pantofel. "Saya berjaga disini," katanya.

Apa yang diberitakan koran lokal di atas sangat inspiratif di tengah-tengah keadaan terkotak-kotaknya masyarakat dalam berbagai macam kelompok identitas. Adalah sebuah kenyataan orang-orang dalam kelompok-kelompok itu merasa diri lebih baik dan lebih benar dibandingkan dengan kelompok lain. Ketika pola pikir itu yang terjadi, maka hancurlah kehidupan kebersamaan kita.

Paulus tidak ingin kehidupan jemaat yang dilayaninya hancur karena kotak-kotak yang memisahkan mereka. Pada saat Paulus hidup, ada sekat yang memisahkan persekutuan kristen terkait dengan hubungan antara orang kristen Yahudi dan orang kristen non Yahudi. Orang kristen Yahudi merasa diri lebih baik, lebih dekat dengan Yesus, dari pada orang kristen non Yahudi. Pengalaman Paulus yang berkonflik dengan Petrus dalam Galatia 2:11-14 menunjukkan betapa hebatnya perseteruan itu.

Perseteruan antara orang kristen Yahudi dan non Yahudi salah satunya adalah mengenai sunat! Bagi orang Yahudi, tradisi sunat sudah amat mendarah daging. Sunat seakan menjadi meterai yang siap membawa mereka pada kerajaan Sorga. Sedangkan orang-orang non Yahudi tidak mengenal sunat. Bagi orang Yahudi, menjadi kristen berarti disunat. Hal ini ditolak oleh orang non Yahudi. Perseteruan yang teramat tajam ini digambarkan Paulus seperti tembok pemisah: tinggi, menyeramkan, dan dingin.

Paulus memberikan nasihatnya. Bagi Paulus di dalam Kristus tidak boleh ada perseteruan terkait dengan perbedaan di antara mereka. Itu sebabnya, tembok tinggi menyeramkan itu telah dirobohkan oleh Tuhan Yesus Kristus melalui jalan penderitaan dak kematian Yesus demi menyatukan manusia yang berbeda itu. Sekarang, karena karya penebusan Kristus, umat Tuhan – Yahudi atau non Yahudi – adalah sama di mata Tuhan! Umat Tuhan adalah sesama anggota keluarga Allah.

Perbedaan memang tetap ada, tetapi tidak memisahkan. Apa yang berbeda telah direkatkan oleh Yesus. Yesuslah pemersatu kehidupan persekutuan. Umat Tuhan “yang jauh” dan “yang dekat” diikat oleh Kristus dalam satu ikatan persaudaraan. Karena semangat persaudaraan itu, Paulus merasakan sendiri bagaimana konfliknya dengan Petrus (dan orang kristen Yahudi) telah terselesaikan dengan amat baik.

Dengan menyatakan telah disatukan di dalam Kristus, itu bukanlah berarti bahwa segalanya menjadi sama. Tidak! Menjadi satu tidak identik dengan menjadi sama! Artinya perbedaan tetaplah ada dan harus dihargai! Namun di dalam Kristus perbedaan itu seharusnya tidak menimbulkan perseteruan. Sebaliknya  justru memperkaya umat dalam membangun rumah Allah. Mungkin kita bisa membayangkannya seperti sebuah rumah yang didirikan atas bahan-bahan yang berbeda. Batu, pasir, semen, kayu, dan sebagianya dirangkai sedemikian rupa sehingga menjadi rumah yang kuat dan indah.

Paulus juga mengingatkan bahwa ciri kehidupan persekutuan di mana Kristus ada di dalamnya adalah hadirnya damai sejahtera yang ditandai oleh kehidupan yang saling menghargai. Kalau kita saling menghargai, kehidupan yang membahagiakan akan kita rasakan. Perbedaan yang ada justru terasa semakin indah ketika kita saling menghargai. Kalau begitu mengapa kita tidak mulai mencoba? Amin.


8.     Doa Syafaat

9.     Nyanyian: KJ 249:3

Serikat persaudaraan

Dan masing-masing kamu pun dib’ri anugerah,
supaya kamu bertekun dan rajin bekerja.
Hendaklah hatimu rendah, tahu: Tuhan berpesan
jemaat menurut firman-Nya berkasih-kasihan.


[asp]

Klik disini untuk mendownload